Riwayat Pelindung Santa Helena

Santa Helena adalah istri dari kaisar Romawi Konstantinus Klorus dan ibu dari Kaisar Konstantinus Agung, seorang tokoh penting dalam sejarah Kristen. Helena terlahir dengan nama Flavia Julia Helena pada sekitar tahun 246 atau 250 Masehi di Drepanum (kota ini kemudian dikenal sebagai Helenopolis atau kota Helena). Tidak banyak catatan tentang masa awal kehidupan St.Helena. Sedikit keterangan diperoleh dari buku yang ditulis oleh Santo Ambrosius “Oratio de obitu Theodosii” yang menyebut St.Helena sebagai seorang “Bona Stabularia” atau “Pelayan yang baik”. Hal ini mungkin untuk menggambarkan bahwa pada masa remajanya St.Helena adalah seorang pelayan atau setidaknya biasa melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kasar seperti yang dikerjakan oleh para pelayan. Namun rencana Tuhan bagi Helena sungguh indah dan luar biasa. Tidak ada yang pernah menyangka kalau wanita bersahaja dari kota kecil ini kelak akan menjadi wanita yang paling berkuasa diseluruh kekaisaran Romawi.

Selama tahun 270 M, Kaisar Aurelius menjalankan kampanye militer untuk memperluas wilayah Kekaisaran Romawi. Aurelius bersama Jendral Konstantinus Klorus memimpin pasukan Romawi bergerak ke arah timur melewati Asia Kecil untuk menghadapi Ratu Zenobia dari Kerajaan Siria. Saat Bala tentara Romawi ini melewati Drepanum, Jendral Konstantinus Klorus dan Helena dipertemukan Tuhan. Dikisahkan bahwa Jendral Konstantinus merasa menemukan belahan jiwanya setelah melihat gelang perak ditangan Helena yang sama persis dengan gelang perak yang dipakainya. Mereka kemudian menikah dan beberapa tahun kemudian Helena melahirkan anak satu-satunya yang di beri nama Flavius Valerius Aurelius Konstantinus Augustus atau yang kelak dikenal dengan nama Konstantinus Agung.

Namun belum lama hidup berbahagia bersama suami dan putranya; Helena harus menghadapi cobaan yang berat. Karena tekanan politik; pada tahun 289 Konstantinus Klorus terpaksa menceraikan Helena dan menikah dengan Theodora, putri dari Kaisar Maximianus. Helena sedih, namun dapat menerima perceraiannya dengan tegar. Ia juga tetap tegar saat dibuang ke Nikomedia bersama anaknya Konstantinus, karena ketahuan sebagai seorang Kristen. Helena percaya dan berserah diri sepenuhnya kepada Yesus. Ia yakin Yesus tidak akan pernah meninggalkannya. Kesucian hidup dan keteguhan hati Helena selama hidup di pengasingan membawa kesan mendalam bagi Konstantinus. Ia mengagumi Helena, dan memuja ibunya sebagai satu-satunya wanita yang akan ia patuhi.

Helena dan putranya masih berada di tempat pembuangan saat mantan suaminya Konstantinus Klorus dinobatkan sebagai Kaisar pada tahun 305. Namun kematian mendadak suaminya pada tanggal 25 Juli 306, mengubah jalan hidup mereka. Saat sedang sekarat; Kaisar Konstantinus Klorus menunjuk anaknya Flavius Valerius Aurelius Konstantinus Augustus, Putra Helena, sebagai penggantinya. Karena itu sesaat setelah kematian ayahnya; Konstantinus pun dinyatakan sebagai kaisar yang baru. Ia dijemput dari Nikomedia, dan segera dinobatkan sebagai kaisar.

Helena sangat bersyukur atas berkat Tuhan yang ia terima. Namun masih ada suatu hal yang sangat menyusahkan hatinya. Walau sang kaisar sangat menghormatinya, namun putranya itu belumlah dibabtis menjadi seorang Kristen dan hidup dalam kekafiran sebagaimana kehidupan para bangsawan Romawi lainnya. Dengan tekun Helena terus berdoa memohon agar suatu hari nanti anaknya akan dimenangkan dalam iman. Dan tidak berapa lama kemudian doanya pun dikabulkan Tuhan. Putranya; sang Kaisar Kerajaan Romawi dibabtis menjadi seorang Kristen.

Ada beberapa tradisi yang berbeda tentang kisah pembabtisan Kaisar Konstantinus. Sebuah legenda mengatakan bahwa Konstantinus terserang penyakit Kusta lalu disembuhkan dan dibabtis oleh Paus St.Sylvester I. Ada juga legenda lain yang menyebutkan bahwa sebelum dibabtis oleh Paus Sylvester I, Konstantinus sudah menjadi seorang pendukung kekristenan setelah kemenangannya dalam perang melawan Maxentius.

Saat itu kekaisaran Romawi terbagi menjadi empat bagian : Konstantinus memerintah di Gaul (Perancis), Britania (Inggris) dan Raetia (Swiss); Maxentius di Spanyol, Italia dan Afrika Utara; dan bagian timur kekaisaran diperintah oleh Licinius dan Maximinus. Pada tahun 312, Maxentius menyerang Konstantinus. Sejarahwan Eusebius menuliskan bahwa saat Konstantinus dan tentaranya berbaris di tengah hari, ” ia melihat dengan mata kepalanya sendiri di langit lambang salib yang timbul dari cahaya matahari, bertuliskan “TOUTO NIKA” (bahasa Yunani yang artinya : “Dengan tanda ini, Engkau akan menang”. Terjemahannya dalam bahasa latin : In Hoc Signo Vinces).

Konstantinus merasa bahwa Tuhan menghendaki dia bersama pasukannya bertempur dengan memakai tanda itu. Segera ia memerintahkan seluruh pasukannya berperang di bawah panji Salib suci. Konstantinus menang mutlak atas Maxentius dan memasuki kota Roma dengan jaya. Konstantinus bersama pasukan – pasukannya dielu – elukan oleh seluruh umat Kristen, yang selama ini teraniaya. Karena kemenangan ini, Konstantinus kemudian memberikan dirinya untuk dibabtis oleh paus santo Sylvester I.

Kaisar Kristen ini kemudian mengumumkan sebuah keputusan yang dikenal dengan nama Edik Milano; yang memberikan kebebasan beragama bagi orang kristen dan mengakhiri penganiayaan atas umat Tuhan yang telah berlangsung selama lebih dari tiga abad. Agama Kristen kemudian diangkat menjadi agama negara. Semua orang Kristen yang masih mendekam di dalam penjara dibebaskan dan semua milik Gereja yang dijarah oleh penguasa Romawi sebelumnya dikembalikan. Konstantinus juga menghadiahkan banyak bidang tanah kepada Gereja dan mengeluarkan banyak dana untuk membangun gereja-gereja baru diseluruh penjuru negeri. Sebagai penghormatan kepada ibunya yang saleh itu, Konstantinus mengangkat ibunya menjadi ratu; dan memberinya gelar bangsawan tinggi Romawi : Agusta. Drepanum, kota asal ibunya diubah namanya menjadi Helenapolis (kota Helena).

Pada Tahun 326 Santa Helena melakukan perjalanan Ziarah ke tempat-tempat suci di Palestina. Disana selama dua tahun ia berkelana mengunjungi semua situs-situs bersejarah dimana Yesus pernah hidup dan berkarya. Di Bethlehem, di situs tempat kelahiran Yesus, Santa Helena membangun Gereja yang kini disebut Church of the Nativity, Bethlehem. Di Bukit Zaitun, santa Helena mengidentifikasikan dua situs yang sangat berhubungan dengan kehidupan Tuhan Yesus; yaitu situs tempat Yesus mengajarkan doa Bapa Kami dan situs tempat Kenaikan Yesus ke Surga. Ia kemudian membangun dua buah Gereja dimasing-masing situs tersebut. (The Church of the Pater Noster dan The Chapel of The Ascension).

Namun keinginan utama Santa Helena pada perjalanan ziarahnya itu adalah untuk menemukan tempat penyaliban dan Salib Suci yang sebenarnya di mana Juru selamat kita pernah menyerahkan nyawanya. Setelah berkerja keras selama setahun lebih, ia mendapat keterangan dari seorang Yahudi tua yang mengatakan bahwa Salib Suci itu terkubur di bawah kuil dewa Venus yang dibangun oleh kaisar Hadrian pada Tahun 119. Helena segera memerintahkan agar kuil itu diruntuhkan, dan dengan takjub ia menemukan tiga salib kayu diruang bawah tanah kuil tersebut. Lengkap dengan paku-pakunya. Ada tiga buah salib; tapi yang manakah Salib Yesus ?

Pelukis Italia Agnolo Gaddi (1350-1396) melukiskan dengan dramatis dua adegan sekaligus, yaitu penggalian dan penentuan salib Yesus yang asli dalam satu kanvas. Santa Helena dengan tanda lingkaran kudus atau halo memimpin seluruh proses ini.
Pelukis Italia Agnolo Gaddi (1350-1396) melukiskan dengan dramatis dua adegan sekaligus, yaitu penggalian dan penentuan salib Yesus yang asli dalam satu kanvas. Santa Helena dengan tanda lingkaran kudus atau halo memimpin seluruh proses ini.

Patriark Jerusalem, Makarios, memberi saran agar ketiga salib tersebut disentuhkan pada orang yang sakit parah. Maka dibawalah seorang wanita yang sudah sekarat dan hampir mati. Ketika wanita itu menyentuh salib pertama dan yang kedua, kondisinya tetap tidak berubah; tetapi ketika dia menyentuh salib ketiga ia tiba-tiba pulih dan sehat kembali. Dengan bercucuran airmata sukacita St.Helena dan Patriark Makarius menegakkan Salib Suci ini dan membawanya ketengah orang-orang untuk dihormati, dimana mereka semua jatuh berlutut, dan dengan bercucuran airmata mereka mendaraskan doa Kryie eleison… (Tuhan Kasihanilah kami).

Berita penemuan Salib Suci ini segera saja menggemparkan seluruh negeri. Dari Roma, Kaisar Konstatinus Agung segera memerintahkan untuk membangun sebuah Gereja di situs tersebut. Gereja itulah yang kini dikenal dengan nama Church of the Holy Sepulchre (Gereja Makam Suci).

Tahun 327 Helena meninggalkan Yerusalem untuk kembali ke Roma dengan membawa sebagian potongan dari Salib Suci dan peninggalan lainnya, yang kemudian ia simpan dalam kapela pribadinya di istana. Kapel dan relik Salib Suci tersebut masih tersimpan sampai hari ini. Istana Santa Helena saat ini telah menjadi sebuah Basilika yang indah yang disebut Basilika Salib Suci Yerusalem di kota Roma. Basilika ini sekarang di kelola para biarawan ordo Cistercian.

Santa Helena; seorang gadis bersahaja dari sebuah kota kecil, telah dipilih Tuhan untuk berperan dalam membebaskan umat-NYA dari penganiayaan yang telah berlangsung selama lebih dari 3 abad. Ia menjalani sisa hidupnya dengan tenang sebagai Ratu Kekaisaran Romawi Kristen sampai tutup usia pada tahun 330.